Senin, 04 April 2011

Fiqih Wanita

                                                    FIQIH MENGENAI HAID
                                                   oleh : fitriana
Pengertiannya:
Haid secara bahasa artinya mengalir, dan yang dimaksudkan disini secara istilah artinya ialah darah yang keluar dari farji wanita dalam keadaan sehat bukan disebabkan karena melahirkan ataupun terluka.
Waktunya:
 Para ulama berpendapat bahwa datangnya haid bagi wanita dimulai ketika ia telah aqil baligh atau ketika usianya mencapai 9 tahun.Dan jika ada darah haid yang keluar sebelum datang masa aqil balighnya, maka ia bukanlah darah haid melainkan darah penyakit. Dan haid dapat terjadi sepanjang umur  dan tidak ada dalil yang menyatakan bahwa ia ada batas akhir, sehingga jika wanita yang sudah tua melihat ada darah yang keluar berarti itu adalah darah haid.
Warnanya:
Disyaratkan pada darah haid mempunyai salah satu warna sebagai berikut:
1. Hitam, di dalam hadis Fathimah binti Hubeisyi: bahwa ia mempunyai darah penyakit(istihadhoh)Lalu Rasul SAW mengatakan kepadanya: Jika ia adalah darah haid, maka warnanya hitam dikenal. Kalau demikian maka hentikanlah sholat, dan Jika tidak demikian maka berwudhulah lalu sholat karena itu hanya keringat.(HR. Abu Daud dan Nasa'I, ibn Hibban dan Daruquthni)
2. Merah, karena ini merupakan warna asli darah
3. Kuning, yaitu darah yang bisa dilihat wanita  seperti nanah, diatasnya berwarna kuning.
4. Berwarna keruh, yaitu berwarna antara putih dan hitam, seperti air yang kotor, berdasarkan hadis 'al-Qomah bin Abi 'al-Qomah yang diterima ibunya murjanah, bekas hamba sahaya yang dibebaskan Aisyah r.a berkata: wanita-wanita saat itu mengirimkan dirjah kepada Aisyah, berisikan kapas yang berwarna kuning dari darah haid, kemudian ditanyakan kepadanya tentang haid, maka ia berkata: janganlah tergesa-gesa sehingga kamu melihat warnanya benar-benar putih bersih.(HR. Malik, Muhammad bin Hasan, dan menurut Bukhari hadisnya muallaq).
                Akan tetapi warna kuning dan keruh tadi dapat dikatakan haid apabila datangnya pada masa masa haid. Dalam hadis um 'Athiyah ra.: Kami tidak menganggap warna kuning dan keruh sebagai darah haid setelah masa suci.(HR. Abu Daud) dan dalam riwayat Bukhari tidak disebutkan setelah masa suci.
Lamanya Masa Haid
Batas minimal dan maksimalnya masa haid tidak dapat diperkirakan (para ulama berbeda pendapat tentang waktu lamanya, ada yang berpendapat sehari semalam dan ada yang berpendapat 3 hari. Dan mengenai maksimalnya ada yang berpendapat 10 hari dan ada yang berpendapat 15 hari), dan tidak ada keterangan yang dapat dijadikan dalil atas batas lamanya haid. Hanya apabila masanya haid wanitya datang secara berulang-ulang sesuai kebiasaan, maka ia berbuat berdasarkan itu.Dalam hadis um Salamah: ia meminta fatwa kepada Rasul SAW mengenai wanita yang mengeluarkan darah. Maka Nabi SAW berkata: Hendaknya ia memperhatikan bilangan malam dan siang yang dilaluinya dalam haid, dan letak hari-hari itu dalam setiap bulanya, maka hentikanlah sholat(dalam waktu-waktu tersebut). Kemudian hendaknya ia menyumbatkan farjinya dengan kain dan melaksanakan sholat. (HR. lima perawi hadis kutb sittah kecuali Turmizi).
Dan bila seorang wanita belum mempunyai kebiasaan tetap (dalam masa haidnya), maka hendaklah ia memperhatikan tanda-tanda darah berdasarkan hadis Fathimah binti Hubeisyi yang lalu: bahwa ia mempunyai darah penyakit(istihadhoh)Lalu Rasul SAW mengatakan kepadanya: Jika ia adalah darah haid, maka warnanya hitam dikenal. Kalau demikian maka hentikanlah sholat, dan Jika
tidak demikian maka berwudhulah lalu sholat karena itu hanya keringat.(HR. Abu Daud dan Nasa'I, ibn Hibban dan Daruquthni) . Hadis ini menyatakan bahwa darah haid itu berbeda dari lainnya dan telah dikenal oleh para wanita.
Masa Suci diantara Dua Masa Haid
Para ulama sepakat bahwa tidak ada batas waktu maksimalnya antara dua masa haid. Akan tetapi mengenai batas waktu minimalnya mereka berbeda pendapat. Ada yang mengatakan 15 hari dan ada yang mengatakan 13 hari. Dan yang benar adalah tidak ada batasan minimalnya. Wallahu'alam 
Sumber : Fiqh Sunnah, As-Said Sabiq, Dar al-Fath lil'ilam araby, cet-2, 1999 M/ 1419H, Mesir-Qohirah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar